Sabtu, 05 Mei 2012

TEKNOLOGI BUDIDAYA KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) DI LAHAN SAWAH


            Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dimakan rakyat Indonesia, seperti: bubur kacang hijau dan isi onde-onde, dan lain-lain. Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman ini mengandung zat-zat gizi, antara lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium, niasin, vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain dari tanaman ini adalah dapat  melancarkan buang air besar dan menambah semangat hidup. Selain itu juga dapat digunakan untuk pengobatan hepatitis, terkilir, beri-beri, demam nifas, kepala pusing/vertigo, memulihkan kesehatan, kencing kurang lancar, kurang darah, jantung mengipas, dan kepala pusing (Achyad dan Rasyidah, 2006). Meskipun tanaman kacang hijau memiliki banyak manfaat, namun tanaman ini masih kurang mendapatkan perhatian petani untuk dibudidayakan. Pada hal, tanaman kacang hijau memiliki potensi yang tinggi untuk dikembangkan. Dibanding dengan tanaman kacang-kacangan lainnya, kacang hijau memiliki kelebihan ditinjau dari segi agronomi dan ekonomis, seperti: (a) lebih tahan kekeringan; (b) serangan hama dan penyakit lebih sedikit; (c) dapat dipanen pada umur 55-60 hari; (d) dapat ditanam pada tanah yang kurang subur; dan (e) cara budidayanya mudah (Sunantara, 2000).
Permasalahan dalam pengelolaan tanaman kacang hijau di tingkat petani antara lain adalah masih rendahnya produktivitas hasil Untuk mendapatkan hasil kacang hijau yang lebih tinggi masih memungkinkan jika kendala dalam pertumbuhannya dapat diatasi dengan teknologi budidaya yang tepat.

            Oleh karena itu, dibuatlah tulisan ini yang merupakan rangkuman hasil penelitian/pengkajian dari berbagai aspek yang diharapkan dapat menjadi pedoman dalam budidaya kacang hijau khususnya di lahan sawah.Kacang hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan pangan berprotein nabati tinggi. Kacang hijau di Indonesia menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan legum, setelah kedelai dan kacang tanah. Bagian paling bernilai ekonomi adalah bijinya. Biji kacang hijau direbus hingga lunak dan dimakan sebagai bubur atau dimakan langsung.
            Biji matang yang digerus dan dijadikan sebagai isi onde-onde, bakpau, atau gandas turi. Kecambah kacang hijau menjadi sayuran yang umum dimakan di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara dan dikenal sebagai tauge.    Kacang hijau bila direbus cukup lama akan pecah dan pati yang terkandung dalam bijinya akan keluar dan mengental, menjadi semacam bubur. Tepung biji kacang hijau, disebut di pasaran sebagai tepung hunkue, digunakan dalam pembuatan kue-kue ( isi onde-onde, dll ) dan cenderung membentuk gel. Tepung ini juga dapat diolah menjadi mi yang dikenal sebagai soun.
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan    : Plantae
Divisi          : Magnoliophyta
Kelas          : Magnoliopsida
Ordo          : Fabales
Famili         : Fabaceae
Genus        : Vigna
Spesies      : V. radiata
Nama binomial
Vigna radiata (L.) R. Wilczek
1.2 Tujuan
            Tujuan pembuatan malakah ini adalah untuk menambah wawasan mahasiswa dalam meningkatkan suasempada pangan, terutama pada komoditi kacang hijau.


1.3  Manfaat
            Mahasiswa Akan mampu mengaplikasikan Budidaya komoditi Tanaman kacang hijau, karna pada makalah ini terdapat Budidaya ringkas tanaman kacang hijau.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teknik Budidaya Tanaman Kacang Hijau
Syarat Tumbuh
Tanah
  • Tekstur : liat berlempung banyak mengandung bahan organic, aerasi dan drainase yang baik.
  • Struktur tanah gembur
  • pH 5,8-7,0 optimal 6,7
Iklim
  • Curah hujan optimal 50-200 mm/bln
  • Temperatur 250-270 C, dengan kelembaban udara 50-80% dan cukup mendapat sinar matahari
Benih
            Varietas unggul nasional seperti No:129, Merak, Betet, Walet, Gelatik, Murai, dll. Kebutuhan benih 15-20 kg/ha. Syarat benih bebas hama, seragam bebas kotoran dan berumu            pendek. 

Pengolahan Tanah
  • Pada lahan sawah bekas tanaman padi tidak dilakukan pengolahan tanah (TOT) penyiapan lahan yang baik dilakukan sebelum tanam
  • Pada tanah bertekstur ringan tidak perlu dilakukan pengolahan tanah
  • Pada lahan kering (tegalan) pengolahan tanah dilakukan intensif dibersihkan dari rumput, dicangkul hingga gembur (untuk tanah tegalan yang berat pembajakan dilakukan sedalam 15-20 cm), dibuat petakan 3-4 meter
  • Tanah tegalan bekas tanaman jagung, kedelai atau padi gogo perlu pengolahan tanah minimal
  • Pemberian mulsa jerami sekitar 5 ton/ha agar dapat meneka serangan lalat bibit, menekan pertumbuhan gulma, mencegah penguapan air dan perbaikan struktur tanah.
Kacang hijau dapat tumbuh pada semua jenis tanah sepanjang kelembaban dan tersedianya unsur hara yang cukup. Untuk itu lahan yang akan dipergunakan harus dipersiapkan sebaik-baiknya. Pada lahan sawah setelah panen padi, tidak perlu dilakukan pengolahan tanah (tanpa olah tanah=TOT). Menurut Sunantara (2000) dan Balitkabi (2005), jerami cukup dipotong pendek atau rata dengan tanah. Sementara itu, pada lahan sawah yang sudah agak lama tidak ditanami perlu dilakukan pengolahan tanah secara sempurna. Untuk menghindari air tergenang pada musim hujan perlu dibuat saluran drainase dengan lebar dan kedalaman 20-30 cm dan jarak antar saluran maksimum 4 m (Balitkabi, 2004).

Penanaman
Pada daerah endemis hama lalat bibit dan untuk menghindari serangan semut maka terlebih dahulu benih dicampur dengan Marshal 25 ST (Carbosulfan) dengan takaran 10-15 g/kg benih atau Fipronil dengan takaran 5 cc/kg benih. Penanaman dilakukan dengan sistem tugal sebanyak 2-3 biji/lubangdengan kedalaman 3-5 cm, kemudian ditutup dengan abu dapur/jerami atau tanah haluslatau pupuk kandang. Kebutuhan benih berkisar 15-20 kg/ha. Jarak tanam bervariasi,yaitu 40x10 cm (populasi 300.000-400.000 tanaman/ha) pada musim hujan atau 40x15 cm (populasi 400.000-500.000 tanaman/ha) pada musim kemarau (Balitkabi, 2005; Hilman, et al., 2004). Balitkabi (2004) juga menyarankan jarak tanam mengikuti jarak tunggul padi. Pada saat tanam, kelembaban tanah tidak boleh terlalu tinggi karena dapatmenyebabkan biji busuk. Penyulaman dapat dilakukan umur 7 hari (Tim Prima Tani,2006). Menurut Hilman, et al. (2004), pada umumnya petani melakukan penanamanbenih kacang hijau sesudah padi dengan cara sebar benih sebelum atau sesudah padidipanen. Sebar benih kacang hijau setelah padi dipanen dilakukan dengan atau tanpa pembabatan jerami, dan benih yang diperlukan berkisar 50-75 kg/ha.

2.2 Pemeliharaan
Pemupukan
Dalam bertanam kacang hijau, petani jarang melakukan pemupukan. Cara ini juga disarankan terutama pada lahan-lahan yang subur. Sedangkan pada tanah kurang subur diberikan pupuk sebanyak 45 kg Urea + 45-90 kg SP36 + 50 kg KCl/ha (Hilman, et al., 2004; Balitkabi, 2005). Sunantara (2000) menyarankan pemberian pupuk sebanyak 50kg Urea + 60 kg SP36 + 50 kg KCl/ha. Pupuk diberikan pada saat tanam secara larikan di sisi lubang tanam sepanjang barisan tanaman. Bahan organik berupa pupuk kandang sebanyak 15-20 t/ha atau abu dapur/abu hasil pembakaran jerami sebanyak 5 t/ha sangat baik diaplikasikan untuk menutup lubang tanam. Menurut Balitkabi (2004), cara ini dapat meningkatkan hasil kacang hijau mencapai 1,5 t/ha.

Penggunaan Mulsa Jerami

Penggunaan mulsa jerami yang ditebar pada hamparan pertanaman kacang hijau secara merata dapat mengurangi serangan hama lalat bibit, menekan pertumbuhan gulma, dan memperlambat proses penguapan air tanah. Balitkabi (2005) dan Tim Prima Tani (2006) menganjurkan penggunaan jerami dengan takaran sebanyak 5 t/ha.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan tergantung dengan pertumbuhan gulma. Sunantara (2000) menganjurkan umur 10-15 hari setelah tanam (hst) dan 25-30 hst, dengan cara dikored atau menggunakan cangkul. Pada daerah yang langka tenaga kerja dapatmenggunakan herbisida pra tumbuh non selektif seperti: Lasso, Paraquat, Dowpon, dan Goal dengan takaran 1-2 l/ha yangdiaplikasikan 3-4 hari sebelum tanam.

Pengairan

Kacang hijau termasuk tanaman yang toleran terhadap kekurangan air, yang penting tanah cukup kelembabannya. Namun, bila tanah pertanaman kacang hijau kekeringan sebaiknya segera diairi terutama pada periode kritis, yaitu: saat tanam, saat berbunga (umur 25 hst), dan saat pengisian polong (umur 45-50 hst) (Sunantara, 2000). Untuk kacang hijau yang ditanam di tanah bertekstur ringan (berpasir), umumnya pengairan dilakukan dua kali yaitu umur 21 dan 38 hst, sedangkan pertanaman di tanah bertekstur berat (lempung), biasanya diperlukan pengairan hanya satu kali (Balitkabi, 2005).

 Pengendalian Hama

Serangan hama merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya hasil di tingkat petani. Dilaporkan terdapat sebanyak 30 jenis serangga yang telah diketahui merupakan hama kacang hijau dan 20 jenis digolongkan sebagai hama penting yang dapat menurunkan kualitas tanaman kacang hijau.Hama ini menyerang seluruh bagian tanaman kacang hijau sejak tanaman tumbuh sampai panen (Tengkano, 1986 cit LPTP, 2000). Diantara hama penting kacang hijau tersebut adalah:
lalat bibit Ophyomia phaseoli, ulat jengkal Plusia chalsites, kepik hijau Nezara viridula, kepik coklat Riptortus linearis, penggerek polong (Maruca testulalis dan Etiella spp.) dan kutu thrips (Hilman, et al., 2004). Menurut Nurdin (1994), di Sumatera Barat hama utama yang menyerang tanaman kacang hijau adalah: lalat bibit Ophyomia phaseoli, Aphid sp, belalang, ulat grayak Spodoptera litura, ulat penggulung daun Lamprosema indicata, ulat jengkal Plusia chalsites, kepik hijau Nezara viridula, kepik coklat Riptortus linearis, dab penggerek polong Maruca testulalis.
Pengendalian hama dapat dilakukan dengan menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Penggunaan insektisida merupakan alternatif terakhir bila cara lain tidak mangkus dalam mengendalikan hama. Insektisida anjuran, antara lain adalah: Confidor, Regent, Curacron, Atabron, Furadan, atau Pegassus dengan dosis 2-3 ml/l air dan volume semprot 500-600 l/ha (Balitkabi, 2005). Menurut Sunantara (2000), untuk pengendalian lalat bibit, ulat daun maupun penggerek polong dapat digunakan insektisida: Marshal, Fastac, Decis, Matador, dan Atabron. Sedangkan untuk mengendalikan kutu dan kepik yang menyerang daun maupun polong dapat digunakan insektisida: Decis, Basso, Kiltop, Ambush, dan Larvin. Waktu penyemprotan insektisida tergantung populasi hama di lapangan. Bila populasi telah mencapai ambang kendali, baru dilakukan penyemprotan.

Pengendalian Penyakit

Penyakit utama tanaman kacang hijau adalah bercak daun Cercospora canescens, busuk batang, embun tepung Erysiphe polygoni, dan penyakit puru Elsinoe glycines. Pengendalian dapat dilakukan dengan penyemprotan fungisida, seperti: Benlate, Dithane M45, Baycor, Delsene MX200, atau Daconil pada awal serangan dengan takaran 2 g/l air. Fungisida laian yang dapat mengendalikan penyakit embun tepung dan bercak daun adalah hexakonazol yang diaplikasikan pada umur 4 dan 6 minggu untuk penyakit embun tepung atau 4, 5, dan 6 minggu untuk penyakit bercak daun (Balitkabi, 2005). Sementara itu penyakit embung tepung juga dapat dikendalikan dengan menggunakan varietas tahan, seperti: Sriti dan Kutilang. Menurut Anwari dan Iswanto (2004), varietas Kutilang mempunyai tingkat ketahanan lebih tinggi terhadap penyakit embun tepung. Penggunaan varietas tahan dapat menggurangi pemakaian fungisida sehingga dapat menekan biaya produksi dan secara tidak langsung juga melestarikan lingkungan.


2.3  Panen dan Pascapanen

            Panen merupakan salah satu tahapan untuk memperoleh hasil. Karenanya harus melakukan panen pada waktu yang tepat. Jika panen dilakukan lebih awal, maka kualitas biji akan rendah. Jika panen terlambat, biji dapat berkecambah dan pecah pada waktu tanaman masih di lahan. Kegiatan penting lain setelah polong dipanen adalah penanganan pasca panen.
 
 Panen
            Kacang hijau dipanen sesuai dengan umur varietas. Tanda lain kacang hijau telah siap untuk dipanen adalah berubahnya warna polong dari hijau menjadi hitam atau coklat dan kering. Keterlambatan panen dapat mengakibatkan polong pecah saat dilapangan. Panen dilakukan dengan cara dipetik. Panen dapat dilakukan satu, dua atau tiga kali tergantung varietas. Jarak antara panen kesatu dan ke dua 3-5 hari.
  
Pasca Panen

            Pengeringan polong dilakukan selama 2-3 hari dibawah sinar matahari. Pembijian dilakukan secara manual yaitu dipukul-pukul dengan tongkat kayu. Pembijian dilakukan di dalam kantong atau karung untuk menghindari kehilangan hasil. Pembersihan niji dari kulit polong dilakukan dengan tampi. Sebelum disimpan biji kacang hijau di jemur kembali sampai mencapai kering simpan yaitu kadar air 8 - 10 %.











BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kacang hijau merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan yang banyak dimakan rakyat Indonesia. Tanaman ini selain banyak mengandung zat-zat gizi juga bermanfaat untuk proses pengobatan. Secara agronomis dan ekonomis, tanaman kacang hijau memiliki kelebihan dibanding tanaman kacang-kacangan lainnya. sangat berpotensi untuk mengembangkan tanaman kacang hijau di lahan sawah yang selama ini sebagian besar dibiarkan bera setelah panen padi untuk waktu cukup lama (1-3 bulan). Lahan yang memiliki potensi itu adalah: lahan sawah tadah hujan seluas 50.688 ha, lahan sawah irigasi desa seluas 50.858 ha, dan lahan sawah irigasi sederhana seluas 43.790 ha. Permasalahannya, adalah masih rendahnya produktivitas hasil yaitu hanya 1,1 t/ha dibanding potensi hasilnya yang mencapai 1,6 t/ha dan bahkan dapat mencapai 2 t/ha. Hal ini antara lain disebabkan oleh praktek budidaya yang kurang optimal.

Saran
            Dalam melakukan teknik budidaya kacang hijau Diharapkan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dengan petani dalam meningkatkan produksi kacang hijau, terutama dalam hal perrluasan lahan dan jaminan harga pasar yang mampu mengoptimal kan kesejahteraan petani kacang hijau













DAFTAR PUSTAKA

Budhi Santoso Radjit. 2002. Komponen Teknologi Peningkatan Produksi pada Kacang Hijau (Vigna radiata L). Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Dalam mendukung Agribisnis. Yogyakarta 2 Nopember 2002. Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan  Sosial Ekonomi Pertanian BPTP Yogyakarta dengan Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Fakultas Pertanian.
Hipi. A, B. Tri Ratna, M. Zairin, Irianto Basuki dan Hasil Sembiring. 2001. Peningkatan Intensitas Tanam dengan Penerapan Polatanam Tumpang Gilir di Lahan Kering NTB. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian.  Badan Litbang Pertanian. Pusat Litbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Kasno. A. 1993. Perbaikan Genetik Kacang Hijau Untuk Stabilitas Hasil. Monograf Balittan Malang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balittan Malang. Monograf Kacang Hijau No. 4.
Oldeman.L.R., Irsal Las dan Muladi. 1980. The Agroclimatic Map Of  Kalimantan, Irian Jaya, and Bali, West and East Nusa Tenggara. CRIA. Bogor. Indonesia.
Rubiyo, Mery Alam, T.S. dan M. Taufiq Ratule. 2001. Daya Hasil Varietas Kacang Hijau Dengan Beberapa Dosis Pupuk pada Tanah Podsolik Merah Kuning. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Dalam Upaya Optimalisasi Potensi Wilayah Mendukung Otonomi Daerah. Pusat Litbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian Bekerja sama Dengan Universitas Udayana. Denpasar bali. 2001.